Wayang Kulit Dan Anak Anak
Teringat waktu kecil dulu. Sekitar umur 8 tahun. Pertama kali aku melihat pertunjukan wayang kulit di acara buka giling pabrik gula tak jauh dari rumahku. Kebetulan juga ayahku seorang buruh pabrik gula disana. Dan tiap tahun kami sekeluarga selalu mengikuti pagelaran wayang kulit. Ya, pertunjukan wayang kulit dari tahun ke tahun selalu menjadi puncak acara buka giling.
Setiap kali aku diajak melihat wayang, pasti aku minta dibelikan wayang kulit. Karena saat itu ada pengrajin wayang kulit yang menjajakan hasil karyanya. Selalu aku ingin memiliki wayang dengan postur badan besar dan gagah. Wayang pertamaku adalah Bima atau Werkudara. kemudian satu lagi wayang dengan tokoh jahat, yaitu buta. Entah siapa namanya sekarang aku lupa. Dan wayang buta dari kertas karton itu sudah hilang tak tahu kemana. Karena tertarik akan wayang, aku pernah membuat wayang sendiri dan aku gambar di atas kertas. Wayang buatanku pertama kali adalah semar.
Wayang Pertamaku, dibelikan Ayah ketika usiaku 10 tahun. Dok. Pribadi |
Masih ingat, lakon wayangnya adalah Babat Alas Wanamarta. Dengan Pandawa menjadi aktor utamanya. Melawan para jin penghuni hutan Wanamarta atau disebut juga Mertani. Pertunjukan semalaman suntuk dilapangan pabrik gula waktu itu dibawakan dengan apik oleh dalang Ki Manteb Sudarsono. Apalagi Ki Manteb Sudarsono terkenal dengan sabetan wayangnya. Adegan peperangan antara Bima dan jin hutan, Arya Danduwacana, menyita perhatianku kala itu.
Lengkapnya cerita. Lakon Babat Alas Wanamarta merupakan kisah para pandawa dalam mendirikan negara Amartha. Nah, lokasi berdirinya Negara Amartha ini dulunya adalah sebuah alas atau hutan. Dan dulunya telah berdiri kerajaan siluman yang terdiri dari satu pusat pemerintahan dengan empat Negara bagian.
Sebelum pandawa akan mendirikan Negara Amartha, mereka harus membabat (menebang) hutan Wanamarta. Hutan Wanamarta merupakan pemberian dari Raja Negara Wirata, Prabu Matswapati atas perasaan ibanya terhadap anak-anak pandawa. Namun dalam pembabatan hutan wanamarta, para pandawa haruslah berhadapan dengan para prajurit jin penghuni hutan, Detya Sapujagad, Detya Sapulebu, Detya Sapuangin, dan Senapati Perang Negara Mertani, dibawah pimpinan Arya Danduwancana.
Dengan dipimpin oleh Bima, pandawa akhirnya berhasil mengalahkan prajurit jin tersebut dengan bantuan Nakula dan Sadewa. Kemudian ketika berhadapan dengan Arya Dananjaya, pandawa harus terjerat Jala Sutra Emas yang mengakibatkan mereka kalah dan dipenjara di Negara Mertani.
Dengan pertolongan khasiat “Minyak Jayengkaton” milik Arjuna pemberian dari Begawan Wilawuk membuatnya dapat melihat para jin dan kerajaan siluman. Dan akhirnya, arjuna berhasil menyelamatkan Bima, Nakula dan Sadewa. Berkat minyat tersebut pula, mereka dapat membuka tabir rahasia hutan Mertani yang merupakan kerajaan siluman. Hal tersebut membantu mereka dalam peperangan melawan prajurit Jin untuk mendapatkan Hutan Mertani. Oleh karenanya, prajurit dan kerajaan Jin pun dapat dikalahkan oleh para Pandawa.
Arya Danduwacana sendiri dikalahkan oleh Bima. Raganya pun menyatu dalam tubuh Bima setelah menyerahkan Negara Jodipati. Kemudian Arjuna mengalahkan Danajaya dan menyerahkan Negara Madukara. Demikian pula dengan Detya Sapuangin dikalahkan oleh Arjuna, maka Detya Sapuangin menjelma menjadi ajian Arjuna. Oleh karenanya sejak saat itu, Arjuna dapat berlari secepat angin. Di sisi lain, Detya Sapujagad dan Detya Sapulebu terkalahkan oleh Nakula dan Sadewa. Masing-masing pun menyerahkan Negara Sawojajar dan Bawenatalun. Sementara Prabu Yudhistira sendiri ‘manunggal’ dalam tubuh Puntadewa. Sejak saat itu, Puntadewa mengganti nama menjadi Yudhistira.
Sejak dikalahkan oleh pandawa, Negara siluman Mertani menjadi Negara yang dapat terlihat oleh mata biasa. Dan hutan Wanamarta dibangun Negara yang megah, bernama Negara Amarta. Yang menjadi Negara para pandawa.
Itulah cerita wayang Babat Alas Wanamarta. Dan sekarang di usiaku yang hampir berkepala 2, tak lagi melihat pertunjukan wayang kulit serupa yang biasa digelar di acara-acara tersebut. Kalau tidak salah, terakhir kali aku melihat wayang saat masih kelas 6 SD. Di ajak oleh ayah dalam acara HUT kecamatan.
Sebenarnya kemarin sekitar bulan Juli lalu ada sebuah pagelaran wayang kulit didesaku. Dalam acara tasyakuran temanten. Dalam hati kecilku sebenarnya ingin menonton, tapi apa, keadaan jaman sekarang dan budaya yang tidak berkembang menjadi hambatan. Apa itu permasalahannya ?
- · Penonton Wayang Kulit Didominasi Para Orang Tua
Wayang kulit sudah menjadi tontonan pokok para kakek nenek. Sejak pertama kali melihat wayang kulit 15 tahun lalu hingga sekarang 2012 pagelaran wayang kulit selalu dipenuhi oleh para bapak ibu dengan usia 45 tahun ke atas. Tak ada sedikitpun remaja, bahkan anak-anak yang ada disana. Ya, karena wayang kulit adalah tontonan orang dewasa. Bayangkan saja, acara selalu digelar pada malam hari dan berakhir dini hari, semalam suntuk. Tidak baik buat kesehatan anak tentunya. Namun inikah yang membuat wayang tidak digemari oleh anak-anak ? sebenarnya jika lebih bisa berpikir secara luas dan “sedikit” meninggalkan adat lama untuk sebuah perubahan yang positif mungkin bisa membuat wayang lebih digemari anak-anak. contohnya dengan adanya dalang bocah. Dengan adanya dalang bocah, para anak-anak akan lebih bisa menyimak dan mengerti jalannya cerita. Dan juga waktu tayangnya juga bisa disesuaikan dengan porsi anak-anak. Dengan begitu wayang kulit bisa bersahabat dengan anak-anak.
- · Bahasa Yang Asing Bagi Anak-Anak
Wayang kulit adalah tradisi budaya jawa. Dan bahasa yang digunakan dalam dialog antar tokoh wayang adalah bahasa jawa kuno atau bahasa kawi. Kata-kata yang sangat asing dan sulit untuk dipahami oleh orang jaman sekarang. Apalagi anak-anak. Bagaimana jika wayang kulit selain dibawakan oleh dalang bocah, juga dikemas dalam bahasa sehari-hari yang mudah dipahami. Namun tanpa merubah seni dan isi cerita itu sendiri.
- · Lawakan Porsi Anak-Anak
Dalam pagelaran wayang kulit pasti diselingi oleh lelucon. Disaat sesi Goro-goro, muncul para punakawan yang akan membuat lawakan diselingi tembang-tembang jawa. Juga dalam sesi limbuk cangik, cangik dengan limbuk juga akan membuat lawakan dengan gayanya dalang masing-masing. Dan dari sekian aku mengikuti pagelaan wayang kulit, dari dalang satu hingga dalang lain, ada satu selingan lawakan yang selalu ada. Ya, sering mengandung unsur jorok untuk orang dewasa. Seperti perkataan yang kasar dan kadang menyangkut ke hal jorok. Mungkin itu tidak masalah dan sah-sah saja untuk lebih menghayati dan member hidup tokoh wayang. Karena memang penontonnya adalah para orang dewasa dan sesi lawakan itu biasa muncul pada jam 2 dini hari. Lawakan itulah yang membuat pagelaran wayang kulit tidak layak ditonton anak-anak. dengan adanya dalang bocah ini tentu akan ada wadah tersendiri untuk para anak-anak dalam menikmati cerita wayang kulit. Lelucon akan disesuaikan dengan usia anak akan membuat wayang lebih bisa layak ditonton anak-anak.
- · Durasi Pagelaran
Ini yang sampai sekarang membuatku tidak terlalu gemar menonton wayang. Ceritanya yang panjang dan membuat pagelaran wayang begitu lama. Biasanya wayang kulit dimulai pukul 10 malam dan berakhir pada pukul 3 dini hari. Namun aku tidak seutuhnya mengikutinya, biasanya aku dan ayah berangkat pada pukul 1 dini hari hanya untuk menonton punakawan dan peperangannya. Tentunya wayang kulit dengan dalang dan penonton anak-anak, masalah durasi perlu diperpendek. Ceritanya bisa disingkat, bisa dipotong beberapa adegan dan mempercepat adegan dan dialog. Namun bisa juga dibuat cerita bersambung. Dengan segala upaya tersebut, diharapkan anak-anak yang menjadi penonton utama tidak dirundung kebosanan.
Dengan adanya semua perkembangan pagelaran wayang kulit itu, mulai dari perubahan jam tayang secara umum, gaya bahasa, lawakan, dan durasi pagelaran, tak bertujuan untuk merubah kebudayaan asli wayang kulit. Namun semata-mata untuk memberi kenyamanan bagi anak-anak untuk menyukai wayang kulit dan nantinya menjadi batu loncatan ketika dewasa akan menggeluti dunia perwayangan.
Seperti dalam kisah babat alas wanamarta, tidak mudah untuk menggapai sesuatu yang besar. Dibutuhkan pengorbanan, keberanian dalam mengambil keputusan, dan sesekali mengalami kegagalan dan keterpurukan. Namun harus yakin dan percaya ada pertolongan dan bantuan yang siap menggenggam tangan kita disaat terperosok.
Festival dalang bocah pertama kali diadakan tahun 2008 terhitung sudah tahun ke 4 saat ini. 4 tahun belumlah cukup mematangkan regenerasi seni perwayangan Indonesia dan 4 tahun adalah masa-masa kritis dimana masih harus penyesuaian dan pembenahan disana-sini. Untuk itu acara Festival dalang bocah haruslah tetap berjalan ditahun-tahun berikutnya sampai tujuan tercapai dan tercipta tujuan-tujuan baru. Tak ada kata berhenti untuk berubah menjadi lebih baik.
Mengajarkan keponakan saya untuk mencintai dan mengagumi wayang. Dengan begitu nilai seni budaya wayang kulit akan melekat terus hingga dewasa. Dok. Pribadi |
Diharapkan dengan adanya regenerasi dan pengembangan seni tradisi Indonesia, khususnya wayang di dunia anak-anak Indonesia bisa menumbuhkan cinta budaya asli Indonesia sejak dini. Ibarat kata, “Jika sejak kecil sudah dikenalkan akan sesuatu, maka jika besar nanti sesuatu itulah yang akan menjadi bagian hidupnya.”
Post a Comment